GAGASAN PENGATURAN
PENGENDALIAN SEPEDA MOTOR
DALAM SISTEM
TRANSPORTASI NASIONAL
Abstrak
Fenomena
penggunaan sepeda motor akhir-akhir ini menunjukkan peningkatan luar biasa. Hal
tersebut dilatarbelakangi karena sepeda motor mudah digunakan pada situasi dan
kondisi tertentu, harganya terjangkau, dan irit bahan bakar. pertumbuhan sepeda
motor yang sedemikian besarnya memberi dampak negatif pada kehidupan masyarakat
khususnya dalam transportasi darat. Dampak negatif tersebut antara lain
menimbulkan kemacetan, kecelakaan yang melibatkan sepeda motor, sumbangan
emisi, boros BBM, dan tindak kriminal. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu:
1. apa saja masalah-masalah yang ditimbulkan oleh sepeda motor sebagai salah
satu sarana transportasi; 2. apa sajakah yang telah dilakukan pemerintah dalam
menangani persoalan yang transportasi khususnya yang ditimbulkan oleh sepeda
motor; 3. bagaimana gagasan pengaturan pengendalian sepeda motor dalam sistem
transportasi nasional yang diharapkan di masa mendatang.
undang-undang
Nomor 22 tahun 2009 tentang lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Pemerintah
Pemerintah Nomor 32 tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak,
Serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas, Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2009
tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol.
permasalahan yang diakibatkan oleh sepeda motor adalah dengan suatu pengaturan
yang menyeluruh baik dari aspek fisik dari sepeda motor, jumlahnya,
prasarananya, peraturannya itu sendiri, sosialisasi/pendidikan yang
berkelanjutan, dan penegakan hukumnya. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah yuridis normatif yang berbasis pada data sekunder.
Kebijakan
yang tidak tepat di bidang transportasi secara tidak langsung dapat menjadi
penyebab munculnya persoalan di berbagai bidang seperti ekonomi, politik,
lingkungan bahkan sampai pertahanan dan keamanan, dan lain-lain. Sejalan dengan
hal tersebut sebagai negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat), yang
menjunjung tinggi Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 meletakkan semua
kebijakan (termasuk transportasi) di bawah kendali hukum, sehingga segala
sesuatu yang terjadi dalam masyarakat yang bertentangan dengan hukum harus
diselesaikan menurut hukum (Soekanto, 2003).
Dalam
dunia transporatasiterdapat beberapa moda antara lain: transportasi darat, laut
dan udara. Dari ke tiga jenis moda transportasi ini masyarakat paling banyak
menggunakan transportasi darat. Oleh karena itu sangatlah beralasan bila
masyarakat menganggap bahwa transportasi darat sebagai yang paling sering
dimanfaatkan orang sehingga di samping sisi baik dampak buruknya pun paling
banyak dirasakan. Terdapat beberapa moda antara lain: transportasi darat, laut
dan udara. Dari ke tiga jenis moda transportasi ini masyarakat paling banyak menggunakan
transportasi darat. Oleh karena itu sangatlah beralasan bila masyarakat menganggap bahwa
transportasi darat sebagai yang paling sering dimanfaatkan orang sehingga di
samping sisi baik dampak buruknya pun paling banyak dirasakan. Anggapan ini
mencerminkan kondisi nyata moda transportasi darat saat ini, tidak hanya sisi
pelayanan, segi keamanan dan kenyamanan pun mendapatkan sorotan negatif yang
tinggi (Heru,2007).
Hal
ini ditandai dengan minimnya infrastruktur dan suprastruktur sehingga menjadi
salah satu faktor yang mempengaruhi penilaian masyarakat pada transportasi di Indonesia.
Keadaan ini membuat masyarakat menjadi tidak nyaman dan resah sehingga mengurangi
kepercayaan masyarakat pada pemerintah. Pada sisi lain, mengingat belum sempurnanya
moda transportasi massal ditambah meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM)
mendorong masyarakat turun pada kualitas hidup yang lebih rendah. Hal ini disebabkan
beban biaya hidup semakin tinggi sedangkan penghasilan mereka relatif tetap.
Akibat
naiknya harga BBM dan suku cadang kendaraan bermotor, di beberapa kota menengah
Indonesia berdampak adanya peningkatan biaya transportasi sampai 40% dalam
pengeluaran rumah tangga, jumlah uang yang dibelanjakan masyarakat untuk transportasi
darat setiap hari mencapai 1,55 trilyun rupiah. Hal ini semakin membuktikan bahwa
transportasi menjadi komponen penting dalam ekonomi nasional. (MTI, 2004)
Belakangan
ini penggunaan sepeda motor sebagai sarana transportasi semakin diminati
masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan. Konsekuensi dari kemudahan
dalam menggunakan sepeda motor menyebabkan jumlah sepeda motor tumbuh sangat
cepat, yang menurut data dari Badan Pusat Statistik jumlah sepeda motor tahun
2010 berjumlah 61.078.188
unit, bandingkan dengan jumlah kendaraan lainnya seperti mobil penumpang
(8.891.041) unit, bis (4.687.789) unit, dan truk (2.250.109) unit.
Hal
ini terlihat dari gejala menumpuknya kendaraan bermotor terutama sepeda motor
yang memenuhi jalanan sehingga menimbulkan kemacetan, kerawanan, kecelakaan
hingga besarnya penggunaan bahan bakar minyak (BBM). Oleh karena itu
pertumbuhan dan penggunaan sepeda motor harus dikendalikan baik secara teknis
maupun regulasinya. Berdasarkan latar belakang ini maka permasalahan yang
dibahas adalah sebagai berikut :
1.
Apa saja masalah-masalah yang ditimbulkan oleh sepeda motor sebagai salah satu
sarana transportasi?
2.
Apa sajakah yang telah dilakukan pemerintah dalam menangani persoalan yang
transportasi khususnya yang ditimbulkan oleh sepeda motor?
3.
Bagaimana gagasan pengaturan pengendalian sepeda motor dalam sistem transportasi
nasional yang diharapkan di masa mendatang?
Pertumbuhan
jumlah sepeda motor yang tiap tahunnya bertambah justru di samping memberikan pengaruh
positif, pada kota-kota besar yang padat penduduknya memberi dampak buruk dalam
lalu lintas. Dampak tersebut berupa kesemrawutan, kecelakaan, kemacetan dan lain-lain,
yang justru kontra produktif dengan tujuan transportasi itu sendiri.
Pembahasan
Pemerintah
selama ini belum secara tegas mengatur jumlah sepeda motor yang beredar di
masyarakat. Kebijakan yang pernah ada adalah Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003
tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 14/10/DNP/2012 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank Yang Melakukan
Pemberian Kredit, dan Peraturan Menteri Keuangan nomor 43/PMK.010/2012 tentang
Uang Muka Pembiayaan Konsumen untuk Kendaraan Bermotor pada Perusahaan Pembiayaan
yang memberi batasan konsumen yang akan mengambil kredit kendaraan bermotor
termasuk sepeda motor wajib memiliki modal (uang muka) setidaknya 30 % (tiga
puluh persen) dari harga kendaraan.
Undang-Undang Nomor 22 tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tidak mengatur secara khusus
tentang sepeda motor. Meskipun demikian semangat dalam Undang undang lalu
Lintas dan angkutan dalam mengatur kendaraan bermotor dapat dilihat dari tujuan
yang hendak dicapai, seperti yang tercantum dalam pasal 3 bahwa Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, bertujuan:
a.
terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib
lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian
nasional, memajukan kesejahteran umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan
bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;
b.
terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa, dan
c.
terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat. Guna
mewujudkan tujuan tersebut pemerintah bertanggung jawab melaksanakan pembinaan
antara lain yang disebutkan dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2), yang meliputi: a. perencanaan;
b. pengaturan; c. pengendalian;
dan
d.
pengawasan.
Sepeda
motor menurut Pasal 1 butir 20 merupakan kendaraan bermotor roda dua dengan
atau tanpa rumah-rumah dan dengan atau tanpa kereta samping atau kendaraan bermotor
beroda tiga tanpa rumah-rumah. Keberadaan sepeda motor diakui oleh undang-undang,
hal tersebut dinyatakan dalam Pasal 47 ayat (2) yang mengelompokkan kendaraan bermotor
dalam 5 (lima) jenis, yaitu: sepeda motor, mobil penumpang, mobil bus, mobil barang,
dan kendaraan khusus. Setiap pengguna jalan, terutama pengguna kendaraan
bermotor wajib berperilaku tertib serta mencegah hal-hal yang dapat merintangi,
membahayakan keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan maupun
yang dapat menimbulkan kerusakan jalan (Pasal 105 huruf a dan b). Guna mencapai
ketertiban dan keselamatan dalam berlalu lintas menurut Pasal 106 Undang Undang
Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa: “Setiap
orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya
dengan wajar dan penuh konsentrasi.
1.
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengutamakan
keselamatan Pejalan Kaki dan pesepeda.
2.
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi
ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik jalan.
3.
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi
ketentuan:
a.
rambu perintah atau rambu larangan;
b.
Marka Jalan;
c.
Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;
d.
gerakan Lalu Lintas;
e.
berhenti dan Parkir;
f.
peringatan dengan bunyi dan sinar;
g.
kecepatan maksimal atau minimal; dan/atau
h.
tata cara penggandengan dan penempelan dengan Kendaraan lain.
4.
Pada saat diadakan pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan setiap orang yang
mengemudikan Kendaraan Bermotor wajib menunjukkan:
a.
Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor;
b.
Surat Izin Mengemudi;
c.
bukti lulus uji berkala; dan/atau
d.
tanda bukti lain yang sah.
5.
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di
Jalan dan penumpang yang duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan.
6.
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih yang
tidak dilengkapi dengan rumahrumah di Jalan dan penumpang yang duduk di
sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan dan mengenakan helm yang memenuhi
standar nasional Indonesia.
7.
Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor dan Penumpang Sepeda Motor wajib
mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia.
8.
Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor tanpa kereta samping dilarang membawa
Penumpang lebih dari 1 (satu) orang.
Sepeda Motor dan Dasar
Hukumnya
Secara
Yuridis Undang Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan pada pasal 1 butir ke 20 memberi pengertian bahwa “sepeda motor adalah
Kendaraan Bermotor beroda dua dengan atau tanpa rumah-rumah dan dengan atau
kereta samping atau Kendaraan Bermotor beroda tiga tanpa rumah-rumah.”
Dasar Hukum
Payung
hukum pengaturan sepeda motor dalam berlalu lintas dan sebagai alat angkut
tunduk pada Undang Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan. Pengaturan sepeda motor dalam undangundang tersebut dapat dikelompokan
dalam beberapa bidang hukum antara lain bidang hukum administrasi, hukum
perdata, dan hukum pidana. Pengaturan di bidang hukum administrasi mengatur
tentang bentuk sepeda motor dan segala bentuk surat-surat administrasi yang
mengikuti keberadaan sepeda motor tersebut. Pengaturan di bidang hukum perdata
mengatur tentang kepemilikan sepeda motor dan kerugian perdata akibat penggunaan
sepeda motor tersebut. Pengaturan di bidang hukum pidana mengatur tentang ancaman
terhadap penggunaan sepeda
motor
yang bertentangan dengan hukum
pidana.
Ketiga pengaturan hukum ini
meskipun
kelihatannya terpisah tetapi satu
sama
lain berfungsi secara integratif dalam membentuk peraturan dalam penggunaan sepeda motor.
Beberapa
peraturan pemerintah tersebut
adalah Peraturan Pemerintah Nomor
55
tahun 2012 tentang Kendaraan, Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2011tentang Manajemen dan Rekayasa,
Analisis Dampak serta
Manajemen Kebutuhan Lalu lintas,
Peraturan
Pemerintah Nomor 44 tahun 2009
tentang
Jalan Tol, Peraturan Pemerintah 43
tahun
1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun tentang Angkutan
Jalan. Kedua peraturan
pemerintah yang disebut terakhir
adalah
masih peraturan pelaksana dari
undang-undang
lalu lintas dan angkutan jalan
yang
lama (UU nomor 14 tahun 1992).
Permasalahan yang
Disebabkan Keberadaan Sepeda Motor
Berdasarkan
pengamatan peneliti dan simpulan
sederhana yang dapat dirumuskan
bahwa
permasalahan yang timbul akibat
penggunaan
sepeda motor yang melebihi batas
tanpa
diimbangi dengan pertumbuhan
prasarana
transportasi seperti jalan, rambu lalu lintas, petugas yang memadai maka permasalahan yang ada
karena keberadaan sepeda
motor adalah terjadi kemacetan,
kecelakaan,
sumbangan emisi, boros BBM,
tindak
kriminal dan lain-lain.
Kemacetan
Fenomena
yang bisa diamati di jalanan
bahwa
kemacetan lalu lintas sebagian besar
disebabkan
oleh pengendara sepeda motor
yang
tidak tertib saat berlalu lintas.
Ketidaktertiban
ini dapat saja disebabkan
karena
kurangnya kesadaran pengendara
sepeda
motor, terbatasnya rambu-rambu jalan, sempitnya jalan, kurangnya petugas di
jalanan, bahkan
yang paling signifikan adalah jumlah
sepeda
motor di jalanan. Jumlah sepeda motor yang begitu banyak bisa dengan tanpa disajikan data
statistikpun masyarakat bisa
dengan
mudah menebak bahwa jumlah sepeda
motor
lebih besar dibanding jenis kendaraan lain yang setiap hari memenuhi jalan.
Persoalan
mudahnya memperoleh sepeda
motor tidak terlepas dari mudahnya
memproduksi
dan mengimpor sepeda motor
dari
negara asal. Kebijakan yang dianggap
sebagai
pemicu “berkembangbiaknya” sepeda
motor
di Indonesia adalah Peraturan Menteri
Perdagangan
Nomor 39/MDAG/PER/10/2010 tentang Ketentuan Impor Barang Jadi oleh
Produsen. Peraturan menteri
Perdagangan
ini telah membuka jalan masuknya
sepeda motor ke tanah air.
Dampak dari pemberlakuan
aturan ini bisa terbaca dalam
angka penjualan sepeda motor sejak
dikeluarkannya
aturan tersebut.
Kecelakaan
Meningkatnya
jumlah sepeda motor yang
digunakan masyarakat selain
menimbulkan
permasalahan macet juga memicu
timbulnya kecelakaan. Hipotesis yang
dapat
diambil dengan semakin banyaknya
sepeda
motor maka semakin banyak pula
angka
kecelakaan yang melibatkan sepeda
motor. Data kecelakaan Departemen Perhubungan menunjukan
dari 17.732 kecelakaan
di seluruh Indonesia tahun 2004,
14.223 diantaranya melibatkan sepeda motor.
Sementara
data 2003 juga menunjukan bahwa
dari
13.399 kecelakaan, 9.386 melibatkan
sepeda
motor. Sementara berdasarkan data
kecelakaan
yang diperoleh dari kepolisian
Polda
Metro Jaya selama tahun 2002-2007
mengenai
kecelakaan di Jakarta dan sekitarnya
ternyata
kecelakaan mengalami kenaikan pesat,
dan
68 % diantaranya melibatkan sepeda
motor.
Jadi sejauh ini sepeda motor merupakan penyumbang kecelakaan terbesar di jalan
raya. Data
Polda Metro Jaya menunjukkan
bahwa
tingkat kecelakaan yang terjadi pada
sepeda
motor paling tinggi di antara kendaraan jenis lain. Selama Januari hingga
Oktober 2011, kecelakaan
lalu lintas yang melibatkan sepeda
motor
sebanyak 62%. Padahal kecelakaan yang dialami mobil pribadi hanya sebesar 18%.
Disusul
oleh kendaraan angkutan barang
sekitar
11% dan angkutan umum sebanyak 8%.
Dengan
proporsi tersebut, maka jika hitungan rata-rata 22 kasus kecelakaan dan 3
orang tewas
per hari, kita tentu bisa menyimpulkan bahwa sepeda motor adalah kendaraan yang paling membahayakan dan
paling banyak merenggut
nyawa.
Sumbangan Emisi Sepeda
Motor
Data
Badan Pusat Statistik membuktikan
dalam 7 tahun terakhir sepeda
motor
menjadi penyumbang emisi terbesar dari transportasi Indonesia. Kecenderungan tersebut meningkat dari
tahun ke tahun. Sudaryono
menyatakan emisi sepeda motor
juga
menjadi biang keladi utama yang
menjadikan
kualitas udara di Pulau Jawa
sebagai
yang terburuk di Indonesia.
Namun
permasalahan emisi ini bukan
berarti
tanpa upaya penangana sama sekali.
Contoh
riil penanganan masalah emisi dapat
dilihat
pada Provinsi DKI Jakarta. Sebagai
Provinsi
pusat pemerintahan negara, DKI
Jakarta
ternyata menyimpan segudang
permasalahan,
diantaranya kualitas udara
yang
semakin buruk. Upaya perbaikan kualitas udara ini salah satunya, yaitu
Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta mengeluarkan kebijakan
yang
mewajibkan setiap kendaraan FV untuk
lulus
uji emisi. Dan hal ini berlaku juga bagi sepeda motor. Uji emisi tersebut mengacu kepada Peraturan Daerah
(Perda) No 2/2005 mengenai
Pengendalian Pencemaran Lingkungan.
Boros
BBM
Berkaitan
dengan alasan irit ini ternyata
secara
garis besar adalah tidak tepat. Jumlah sepeda motor yang demikian besar bila dikumulasikan ternyata
menggunakan BBM yang
cukup besar. Jumlah sepeda motor pada akhir tahun 2011 berkisar 80 juta unit.
Jumlah tersebut
kalau dikalikan dengan subsisdi BBM
yang
diberikan pemerintah misalnya Rp. 2000 setiap liternya maka subsidi yang
diserap adalah
160 milyar per hari atau setara dengan 54 trilyun lebih dalam setahun.
Tindak
Kriminal
Sampai
saat ini memang belum ada
data
yang pasti berupa jumlah kejahatan yang menggunakan sepeda motor sebagai
alatnya. Begitu
pula jumlah kerugian yang diderita
korban
akibat kejahatan tersebut. Namun
gejala
tersebut pasti dijumpai oleh masyarakat baik dengan menyaksikan secara langsung ataupun lewat informasi
pemeberitaan media massa.
Media televisi, koran, bahkan media online justru jarang absen menulis
berita tersebut. Sementara
itu kejahatan terhadap sepeda
motor yang sering terjadi adalah
pencurian
sepeda motor, perampasan,
penipuan
dan sebagainya. Kedua
kondisi di atas dapat dilatarbelakangi
oleh banyaknya jumlah sepeda
motor di samping faktor-faktor sosial ekonomi lainnya. Beberapa permasalahan
yang disebabkan
oleh keberadaan sepeda motor
merupakan
kenyataan yang terjadi dalam
masyarakat
yang tentunya tidak berdiri
sendiri.
Dalam
hukum kausalitas dikemukakan
bahwa
setiap ada akibat mesti ada
penyebabnya,
begitu pula persoalan sosial
yang
terjadi pada masyarakat akibat
keberadaan
sepeda motor ada pula yang
melatarbelakanginya.
Langkah
Langkah Yang Diambil Pemerintah Dalam Menangani Persoalan Transportasi Yang Timbul Akibat
Penggunaan Sepeda
Motor
Melihat
perkembangan dan permasalahan
yang sedemikan rupa
pemerintah
telah mengambil beberapa
langkah/kebijakan
pengaturan tentang pengendalian
sepeda motor.
1.
Undang Undang Nomor 22 tahun 2009
tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
2.
Peraturan Pemerintah Pemerintah Nomor 32 tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, Serta Mnajemen Kebutuhan Lalu
Lintas;
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun
2009
tentang Perubahan Peraturan
Pemerintah
Nomor 15 tahun
2005 tentang Jalan
Tol;
4.
Peraturan Bank Indonesia Nomor:
5/8/PBI/2003
tentang Penerapan Manajemen
Risiko Bagi Bank Umum;
5.
Peraturan Bank Inonesia Nomor:
11/25/PBI/2009
tentang Atas Perubahan Nomor:
5/8/PBI/2003 tentang Penerapan
Manajemen
Risiko Bagi Bank Umum;
6.
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
14/10/DPNP
tanggal 15 Maret 2012 Perihal:
Penerapan Manajemen
Risiko pada Bank
yang Melakukan Pemberian Kredit
Pemilikan
Rumah dan Kredit Kendaraan
Bermotor;
7.
Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia
Nomor 43/PMK.010/2012 tentang
Uang Muka Pembiayaan Konsumen
Kendaraan Bermotor Pada Perusahaan
Pembiayaan;
8.
Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia
Nomor 220/PMK.010/2012 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri
Keuangan
Nomor 43/PMK.010/2012 tentang
Uang Muka Pembiayaan Konsumen
Kendaraan Bermotor Pada Perusahaan
Pembiayaan.
Langkah
Langkah Yang Diambil Pemerintah Guna Mengatur Pengendalian sepeda Motor
Undang
Undang Nomor 22 tahun 2009
tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
merupakan
payung hukum dalam dunia
transportasi
darat di Indonesia (tidak termasuk
kereta
api). Pengaturan yang sedemikian rupa bertujuan mewujudkan:
a.
pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan modal
angkutan lain untuk mendorong
perekonomian nasional, memajukan
kesejahteraan umum, memperkukuh
persatuan dan kesatuan bangsa,
serta mampu menjunjung tinggi
martabat
bangsa;
b.
etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
c.
penegakan hukum dan kepastian hukum
bagi
masyarakat. Undang-Undang
ini berlaku untuk membina
dan menyelenggarakan Lalu Lintas
dan
Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancar melalui:
a.
kegiatan gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang di Jalan;
b.
kegiatan yang menggunakan sarana,
prasarana,
dan fasilitas pendukung Lalu
Lintas
dan Angkutan Jalan; dan
c.
kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, pendidikan berlalu
lintas, Manajemen
dan Rekayasa Lalu Lintas, serta
penegakan
hukum Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan.
Berdasarkan
pengaturan yang dikemukakan
oleh Undang Undang sebenarnya
semua kendaraan termasuk sepeda
motor
sudah diatur sedemikian rupa dan
dikendalikan
yang melibatkan semua pihak
terkait.
Hanya saja dalam pengaturan yang
menyangkut
sepeda motor tersebut sifatnya
masih
sangat umum sehingga belum
menyentuh
pada upaya pengendalian yang
konkret.
Peraturan
Pemerintah Pemerintah Pemerintah Nomor 32 tahun 2011 tentang Manajemen
dan Rekayasa,
Analisis Dampak, Serta
Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas
Manajemen
dan rekayasa lalu lintas
adalah
serangkaian usaha dan kegiatan yang
meliputi
perencanaan, pengadaan, pemasangan,
pengaturan, dan pemeliharaan
fasilitas
perlengkapan jalan dalam rangka
mewujudkan,
mendukung dan memelihara
keamanan,
keselamatan, ketertiban, dan
kelancaran
lalu lintas. Setidaknya ada 4
(empat)
unsur yang terdapat dalam
manajemen
dan rekayasa lalu lintas yaitu:
keamanan,
keselamatan, ketertiban, dan
kelancaran
lalu lintas. Keselamatan merupakan salah satu
unsur yang penting dalam
berlalu lintas. Keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan dapat digambarkan
sebagai suatu
keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas
yang disebabkan
oleh manusia, kendaraan, jalan,
dan/atau
lingkungan. Keselamatan dapat
tercapai
bila masyarakat yang menggunakan
lalu
lintas tertib.
Berdasarkan
hal tersebut maka
harus ada keteraturan dimana masingmasing pengendara kendaraan menggunakan hak dan kewajibannya
dengan baik dan benar. Ketertiban
lalu lintas dan angkutan jalan
adalah
suatu keadaan berlalu lintas yang
berlangsung
secara teratur sesuai dengan hak
dan kewajiban setiap
pengguna jalan. Suasana yang
tertib dapat menimbulkan kelancaran
dalam
berlalu lintas.
Pasal
2 dari peraturan pemerintah ini
menegaskan
bahwa:
Kegiatan
manajemen dan rekayasa lalu
lintas
merupakan tanggung jawab:
a.
menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan untuk
jalan nasional;
b.
menteri yang bertanggung jawab di bidang jalan untuk
c.
jalan nasional;
d.
Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia
untuk jalan nasional, provinsi,
kabupaten/kota
dan desa;
e.
gubernur untuk jalan provinsi;
f.
bupati untuk jalan kabupaten dan jalan desa; dan
g.
walikota untuk jalan kota.
Manajemen
dan rekayasa lalu lintas
sebagaimana
dimaksud sebagaimana tersebut
meliputi
kegiatan:
a.
perencanaan;
b.
pengaturan;
c.
perekayasaan;
d.
pemberdayaan; dan
e.
pengawasan
Peraturan
Pemerintah Nomor 44 tahun 2009 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2005
tentang Jalan Tol
Dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 44
tahun
2009 yang menyempurnakan Peraturan
Pemerintah
Nomor 15 tahun 2005 tentang Jalan
Tol
terdapat ketentuan yang membolehkan
pengendara
sepeda motor masuk jalan tol.
Lebih
jauh ketentuan yang membolehkan
pengendara
sepeda motor masuk jalan tol
dikemukakan
oleh Pasal 38 yang berbunyi:
•
Jalan tol diperuntukkan bagi pengguna yang menggunakan kendaraan bermotor roda empat atau lebih.
•
Pada jalan tol dapat dilengkapi dengan jalur jalan tol khusus bagi kendaraan bermotor roda dua yang
secara fisik terpisah
dari jalur jalan tol yang
diperuntukkan
bagi kendaraan bermotor roda
empat atau lebih.
•
Kendaraan bermotor sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1) dikelompokkan
berdasarkan
jenis angkutan dan tonasenya.
•
Ketentuan lebih lanjut mengenai
kendaraan
bermotor sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (1a)
ditetapkan
oleh Menteri.
Peraturan
Bank Indonesia Nomor:
11/25/PBI/2009 tentang Atas Perubahan Nomor: 5/8/PBI/2003
tentang Penerapan
Manajemen Risiko Bagi Bank Umum
Dalam
konsideran Peraturan Bank
Indonesia
Nomor 11/25/PBI/2009 huruf a dan
huruf
b dirumuskan bahwa dengan semakin
kompleksnya
produk dan aktivitas Bank maka
risiko
yang dihadapi Bank akan semakin meningkat oleh karena
itu peningkatan risiko yang
dihadapi Bank perlu diimbangi dengan
kualitas
penerapan manajemen risiko yang
memadai. Manajemen risiko juga
dipakai sebagai
dasar bagi bank dalam memberikan
kredit
pembelian kendaraan bermotor
termasuk
sepeda motor. Dalam hal ini
Peraturan
Bank Indonesia sudah mulai
mengendalikan
bank dalam memberikan kreditnya.
Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor
14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012
Perihal: Penerapan Manajemen Risiko pada
Bank yang
Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan
Bermotor
Surat
Edaran BI ini dikeluarkan dengan
dilatarbelakangi
karena semakin meningkatnya
permintaan
Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
dan
Kredit Kendaraan Bermotor (KKB)
sehingga
BI menganggap bank perlu
meningkatkan
kehati-hatian dalam penyaluran
KPR
dan KKB. Pertumbuhan KPR dan KKB
yang
terlalu tinggi berpotensi menimbulkan berbagai Risiko bagi bank. Sementara
dari sudut
pandang makroprudensial,
pertumbuhan
KPR yang terlalu tinggi juga
dapat
mendorong peningkatan harga aset
properti
yang tidak mencerminkan harga
sebenarnya
(bubble) sehingga dapat meningkatkan
Risiko Kredit bagi bank-bank
dengan
eksposur kredit properti yang besar.
supaya
tetap dapat menjaga
perekonomian yang produktif dan
mampu
menghadapi tantangan sektor
keuangan
dimasa yang akan datang, perlu
adanya
kebijakan yang dapat memperkuat
ketahanan
sektor keuangan untuk meminimalisir
sumber-sumber kerawanan yang
dapat timbul, termasuk pertumbuhan
KPR
dan KKB yang berlebihan.
Beberapa
hal yang menjadi pokok pengaturan
dalam Surat Edaran BI ini antara
lain:
1.
Pengaturan Loan to Value (LTV) pada
KPR:
LTV paling tinggi 70% untuk kredit
kepemilikan
rumah dengan kriteria tipe
bangunan
di atas 70 m2. Pengaturan
mengenai
LTV dikecualikan terhadap KPR
dalam
rangka pelaksanaan program
perumahan
pemerintah.
2.
Pengaturan uang muka kredit atau Down Payment (DP) pada Kredit Kendaraan Bermotor: Ketentuan
Keterangan DP paling kurang
25% untuk pembelian kendaraan
bermotor
roda dua. DP paling kurang 30%
untuk
pembelian kendaraan bermotor roda
empat
untuk keperluan non produktif. DP
paling
kurang 20% untuk pembelian
kendaraan
bermotor roda empat atau lebih
untuk
keperluan produktif, yaitu bila
memenuhi
salah satu syarat : Merupakan
kendaraan
angkutan orang atau barang
yang
memiliki izin yang dikeluarkan oleh
pihak
berwenang untuk melakukan
kegiatan
usaha tertentu,
3.
Rasio LTV untuk KPR dan besaran DP
untuk
KKB sebagaimana terdapat dalam
angka
1 dan
angka 2 di atas dapat disesuaikan
dari waktu ke waktu sesuai
dengan
kondisi perekonomian Indonesia.
4.
Besaran LTV untuk KPR dan DP untuk
KKB
sesuai Surat Edaran ini mulai
diberlakukan
3 (tiga) bulan sejak berlakunya
Surat Edaran (sejalan dengan
pengaturan
oleh Bapepam LK).
5.
Besaran LTV untuk KPR dan DP untuk
KKB
tidak berlaku untuk kredit yang
sudah
mendapat persetujuan Bank sebelum
berlakunya
sesuai Surat Edaran ini.
6.
Sanksi pelanggaran atas :
a.
Pemberian KPR dan KKB dikenakan
sanksi
administratif sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 34 PBI Nomor
5/8/PBI/2003
tanggal 19 Mei 2003 tentang
Penerapan Manajemen Risiko
bagi
Bank Umum sebagaimana telah
diubah
dengan PBI Nomor 11/25/PBI/2009
tanggal 1 Juli 2009, antara
lain berupa:
1)
Teguran tertulis;
2)
Penurunan tingkat kesehatan bank;
3)
Pembekuan kegiatan usaha tertentu;
dan/atau
4)
Pencantuman anggota pengurus,
pegawai
Bank, dan/atau pemegang saham
dalam daftar pihak-pihak yang
mendapat
predikat tidak lulus dalam
penilaian
kemampuan dan kepatutan atau
dalam catatan administrasi Bank
Indonesia
sebagaimana diatur dalam
ketentuan
Bank Indonesia yang berlaku.
b.
Pelanggaran atas kewajiban
penyampaian
penyesuaian kebijakan dan
prosedur dikenakan sanksi
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 PBI
Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19
Mei
2003 tentang Penerapan Manajemen
Risiko bagi Bank Umum sebagimana
telah diubah dengan PBI Nomor
11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli
2009.
Ketentuan
yang diatur dalam Surat Edaran
Bank Indonesia tersebut bertujuan
mengatur
dan mengendalikan bank-bank
umum
lebih hati-hati dalam memberikan
kredit
kepemilikan rumah dan kredit
kendaraan
bermotor.
Peraturan
Menteri Keuangan RI Nomor
220/PMK.010/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Meneteri Keuangan RI
Nomor 43/PMK.010/2012
tentang Uang Muka
Pembiayaan Konsumen Kendaraan Bermotor Pada Perusahaan
Pembiayaan
Peraturan
Menteri Keuangan ini bertujuan
meningkatkan peran perusahaan
pembiayaan
dalam pembangunan nasional
sebagaimana
telah ditetapkan dalam Peraturan
Menteri
Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006
tentang
Perusahaan pembiayaan. Mengingat
semakin
tinggi permintaan pembiyaan
konsumen
kendaraan bermotor oleh masyarakat
dan untuk mengurangi risiko
pembiayaan
serta meningkatkan prinsip
kehati-hatian
dalam penyaluran pembiayaan
konsumen
diperlukan pengaturan terhadap
uang
muka pembiayaan konsumen untuk
kendaraan
bermotor yang dibiayai oleh
perusahaan
pembiayaan konsumen.
Dalam Pasal 1 Peraturan Menteri
keuangan RI Nomor 43/PMK.010/2012
tentang Uang Muka Pembiayaan
Konsumen Kendaraan Bermotor
Pada
Perusahaan Pembiayaan, bahwa:
1)
Perusahaan Pembiayaan yang melakukan
kegiatan
usaha pembiayaan konsumen
untuk
kendaraan bermotor wajib
menerapkan
ketentuan uang muka (down
payment)
kepada konsumen sebagai
berikut:
a.
Bagi kendaraan bermotor roda dua,
paling
rendah 20% (dua puluh per
seratus)
dari harga jual kendaraan yang
bersangkutan;
b.
Bagi kendaraan bermotor roda empat
yang
digunakan untuk tujuan produktif,
paling rendah 20% (dua puluh
per seratus) dari harga jual
kendaraan
yang bersangkutan; atau
c.
Bagi kendaraan bermotor roda empat
yang
digunakan untuk tujuan nonproduktif,
paling
rendah 25% (dua puluh
per seratus) dari harga jual
kendaraan
yang bersangkutan.
2)
Kendaraan bermotor roda empat yang
digunakan
untuk tujuan produktif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf
b
memenuhi kriteria paling sedikit sebagai berikut:
a.
Merupakan kendaraan angkutan atau
barang
yang memiliki izin yang diterbitkan
oleh pihak berwenang untuk
melakukan kegiatan tertentu;
atau
b.
Diajukan oleh perorangan atau badan
hukum
yang memiliki izin usaha
tertentu
dari pihak berwenang dan
digunakan
untuk kegiatan usaha yang
relevan
dengan izin usaha yang dimiliki.
3)
Dalam hal kendaraan bermotor roda empat tidak memenuhi salah satu kriteria sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), kendaraan
yang bersangkutan digolongkan
sebagai
kendaraan bermotor roda empat
yang
digunakan untuk tujuan nonproduktif.
Pasal
2 Peraturan Menteri Keuangan
tersebut
memberi ancaman administratif
terhadap
perusahaan pembiayaan yang tidak
mematuhi
ketentuan ini yaitu: surat
peringatan,
pembekuan izin usaha, dan/atau
pencabutan
izin usaha. Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 220/PMK.010/2012
yang mengubah Peraturan Menteri
Keuangan nomor 42/PMK.010/2012
yang
kelanjutannya mengatur tentang
perusahaan
pembiayaan yang kegiatan
usahanya
didasarkan pada prinsip syariah.
Hanya
saja pada ketentuan ini tidak mengatur tentang sepeda motor.
Gagasan Pengaturan
Pengendalian Sepeda Motor
Dalam Sistem Transportasi Di Masa Depan
Pertumbuhan
jumlah sepeda motor yang
sedemikian rupa ternyata di samping
memberi
pengaruh positif seperti
memudahkan
dalam bertransportasi karena
keluwesannya
juga memberi dampak negatif.
Dampak
negatif yang ditimbulkan antara lain
kemacetan
di jalan raya (semrawut), tingginya
angka
kecelakaan yang melibatkan sepeda
motor,
besarnya sumbangan emisi sepeda
motor,
boros dalam penggunaan BBM,
rawannya tindak kriminal
dan lain sebagainya.
Rekayasa
Fisik Sepeda Motor
Mempertimbangkan
situasi dan kondisi tersebut
harus ada terobosan secara fisik untuk merekayasa kemampuan sepeda motor. Rekayasa ekstrim
tersebut adalah mengurangi
atau
membatasi kemampuan mesin sepeda
motor
yang kecepatan batas maksimal tertentu, misalnya hanya memiliki kecepatan
maksimal sampai
dengan 50 (lima puluh) kilo meter (km) per jam. Bandingkan dengan sepeda motor sekarang memiliki
kecepatan maksimal sampai
120
bahkan ada yang sampai 160 km/jam.
Rekayasa
pembatasan kemampuan mesin
sepeda motor dapat dilakukan
setidaknya
dengan 2 (dua) cara mengurangi
besaran
centimeter cubic (CC) mesin sepeda
motor
sehingga memiliki kecepatan maksimal
50
km/jam atau dengan mengubah standar
mesin
yang selama ini menggunakan mesin
diganti
dengan standar elektrik yang dayanya
dari
listrik/baterai.
Pembatasan
Jumlah Sepeda Motor
Pertumbuhan
jumlah sepeda motor yang
ada sekarang ini menunjukan kondisi
yang
mengkhawatirkan tawaran dan
permintaan
yang terus meningkat memberi
dampak
buruk pada situasi sosial pada
umumnya
dan transportasi pada khususnya.
Jumlah
penduduk Indonesia yang besar dan
terus
meningkat berimplikasi positif pada
permintaan
sepeda motor, sehingga produsen/pemasok
sepeda motor memperoleh kesempatan
luas menawarkan sepeda motor
terbaru. Pembatasan jumlah
sepeda motor bagi pembeli
(masyarakat) dapat pula dilakukan
dengan
pembatasan pemilikannya, misalnya
dalam
satu keluarga hanya dibolehkan
memiliki
1 (satu) sepeda motor saja.
Di
samping pembatasan jumlah sepeda
motor
dapat pula dilakukan pembatasan usia
sepeda
motor, misalnya sepeda motor hanya
boleh
sampai 5 (lima) tahun saja. Hal ini bisa mengurangi sumbangan emisi sepeda motor terhadap lingkungan.
Prasarana
Yang
dimaksud dengan prasarana di
sini adalah jalan, pabrik sepeda motor, dan bengkel sepeda motor.
Jalanan sebagai prasarana
dalam berlalu lintas di Indonesia
sampai saat ini masih sangat minim menyediakan jalanan
khusus bagi pengendara
sepeda motor.
Oleh
karena itu jalanan khusus perlu
disiapkan
bagi pengendara sepeda motor
sehingga
dapat tercipta ketertiban dan
keadilan
untuk semua pengguna jalan.
Walaupun
untuk mewujudkan hal ini
memerlukan
biaya dan waktu yang tidak
sedikit. Upaya
pemerintah dengan membuat
jalan
khusus untuk pengendara sepeda motor
di
jalan tol adalah langkah positif, namun untuk jangka panjang dalam rangka melakukan pembatasan
jumlah sepeda motor dan
pembatasan kecepatan sepeda motor
menjadi
tidak tepat.
Regulasi
Pada Sepeda Motor
Sepeda
motor keberadaannya harus
diatur
dan dikendalikan sehingga bisa
digunakan
secara beriringan dengan
kendaraan
lainnya. Regulasi yang dimaksudkan
adalah menetapkan bahwa sepeda
motor harus dibatasi jumlahnya
sehingga bisa terkendali
penggunannya. Pemerintah
harus membuat peraturan yang
menyeluruh
baik untuk pabrikan/pemasok
sepeda
motor, bengkelnya, cara memperoleh
sepeda motor, maupun
penggunaannya di jalan
raya.
Sosialisasi/Pendidikan
yang Berkelanjutan
Suatu
peraturan dan program yang baik
harus
disosialisasikan ke seluruh masyarakat sehingga menjadi kegiatan pendidikan
yang berkelanjutan.
Kegiatan sosialisasi dan
pendidikan
tersebut di samping merupakan
upaya
pemerintah juga harus melibatkan unsur masyarakat seperti sekolah, perguruan
tinggi, lembaga
swadaya masyarakat (LSM) yang
peduli
pada permasalahan transportasi,
organisasi
masyarakat dan perorangan yang
memiliki
respon positif pada permasalahan
sepeda
motor dan transportasi.
Kesimpulan
Masalah-masalah
yang ditimbulkan oleh
penggunaan sepeda motor yaitu
timbulnya
kemacetan lalu lintas, kecelakaan
yang
melibatkan sepeda motor, boros
penggunaan
bahan bakar minyak (BBM),
penyumbang
emisi (polusi), dan tindak
kejahatan.
Dalam menangani persoalan yang
ditimbulkan
oleh penggunaan sepeda motor
pemerintah
telah melakukan langkah-langkah
strategis
yaitu menerbitkan peraturan
perundang-undangan,
antara lain:
1)
Undang Undang Nomor 22 tahun 2009
tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
2)
Peraturan Pemerintah Pemerintah Nomor 32 tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis
Dampak, Serta Mnajemen
Kebutuhan Lalu Lintas;
3)
Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun
2009
tentang Perubahan Peraturan
Pemerintah
Nomor 15 tahun 2005 tentang
Jalan
Tol;
4)
Peraturan Bank Indonesia Nomor:
5/8/PBI/2003
tentang Penerapan Manajemen
Risiko Bagi Bank Umum;
5)
Peraturan Bank Inonesia Nomor:
11/25/PBI/2009
tentang Atas Perubahan Nomor:
5/8/PBI/2003 tentang
Penerapan Manajemen
Risiko Bagi Bank Umum;
6)
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
14/10/DPNP
tanggal 15 Maret 2012 Perihal:
Penerapan Manajemen Risiko pada
Bank
yang Melakukan Pemberian Kredit
Pemilikan
Rumah dan Kredit Kendaraan
Bermotor;
7)
Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia
Nomor 43/PMK.010/2012 tentang
Uang Muka Pembiayaan Konsumen
Kendaraan Bermotor Pada Perusahaan
Pembiayaan; dan
8)
Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia
Nomor 220/PMK.010/2012 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri
Keuangan
Nomor 43/PMK.010/2012 tentang
Uang Muka Pembiayaan Konsumen
Kendaraan Bermotor Pada Perusahaan
Pembiayaan.
Oleh
karena itu penulis menggagas
supaya pertumbuhan dan penggunaan
sepeda motor supaya diatur
pengendaliannya
yaitu dengan cara:
1)
Rekayasa Fisik Sepeda Motor;
2)
Pembatasan Jumlah Sepeda Motor;
3)
Prasarana;
4)
Regulasi Pada Sepeda Motor;
5)
Sosialisasi/Pendidikan yang
Berkelanjutan;
dan
6)
Penegakan Hukumnya.
Daftar Pustaka
Surajiman,
Diah Ratu Sari Harahap
Fakultas
Hukum Universitas Nasional, Jakarta
Tulisan ini untuk melengkapi Tugas Hukum Transportasi



Tidak ada komentar:
Posting Komentar