Senin, 16 Maret 2015

LEX JURNALICA



GAGASAN PENGATURAN PENGENDALIAN SEPEDA MOTOR
DALAM SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL


Abstrak
Fenomena penggunaan sepeda motor akhir-akhir ini menunjukkan peningkatan luar biasa. Hal tersebut dilatarbelakangi karena sepeda motor mudah digunakan pada situasi dan kondisi tertentu, harganya terjangkau, dan irit bahan bakar. pertumbuhan sepeda motor yang sedemikian besarnya memberi dampak negatif pada kehidupan masyarakat khususnya dalam transportasi darat. Dampak negatif tersebut antara lain menimbulkan kemacetan, kecelakaan yang melibatkan sepeda motor, sumbangan emisi, boros BBM, dan tindak kriminal. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu: 1. apa saja masalah-masalah yang ditimbulkan oleh sepeda motor sebagai salah satu sarana transportasi; 2. apa sajakah yang telah dilakukan pemerintah dalam menangani persoalan yang transportasi khususnya yang ditimbulkan oleh sepeda motor; 3. bagaimana gagasan pengaturan pengendalian sepeda motor dalam sistem transportasi nasional yang diharapkan di masa mendatang.
undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Pemerintah Pemerintah Nomor 32 tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, Serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas, Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2009 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol. permasalahan yang diakibatkan oleh sepeda motor adalah dengan suatu pengaturan yang menyeluruh baik dari aspek fisik dari sepeda motor, jumlahnya, prasarananya, peraturannya itu sendiri, sosialisasi/pendidikan yang berkelanjutan, dan penegakan hukumnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang berbasis pada data sekunder.
Kebijakan yang tidak tepat di bidang transportasi secara tidak langsung dapat menjadi penyebab munculnya persoalan di berbagai bidang seperti ekonomi, politik, lingkungan bahkan sampai pertahanan dan keamanan, dan lain-lain. Sejalan dengan hal tersebut sebagai negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat), yang menjunjung tinggi Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 meletakkan semua kebijakan (termasuk transportasi) di bawah kendali hukum, sehingga segala sesuatu yang terjadi dalam masyarakat yang bertentangan dengan hukum harus diselesaikan menurut hukum (Soekanto, 2003).
Dalam dunia transporatasiterdapat beberapa moda antara lain: transportasi darat, laut dan udara. Dari ke tiga jenis moda transportasi ini masyarakat paling banyak menggunakan transportasi darat. Oleh karena itu sangatlah beralasan bila masyarakat menganggap bahwa transportasi darat sebagai yang paling sering dimanfaatkan orang sehingga di samping sisi baik dampak buruknya pun paling banyak dirasakan. Terdapat beberapa moda antara lain: transportasi darat, laut dan udara. Dari ke tiga jenis moda transportasi ini masyarakat paling banyak menggunakan transportasi darat. Oleh karena itu sangatlah beralasan bila masyarakat menganggap bahwa transportasi darat sebagai yang paling sering dimanfaatkan orang sehingga di samping sisi baik dampak buruknya pun paling banyak dirasakan. Anggapan ini mencerminkan kondisi nyata moda transportasi darat saat ini, tidak hanya sisi pelayanan, segi keamanan dan kenyamanan pun mendapatkan sorotan negatif yang tinggi (Heru,2007).
Hal ini ditandai dengan minimnya infrastruktur dan suprastruktur sehingga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi penilaian masyarakat pada transportasi di Indonesia. Keadaan ini membuat masyarakat menjadi tidak nyaman dan resah sehingga mengurangi kepercayaan masyarakat pada pemerintah. Pada sisi lain, mengingat belum sempurnanya moda transportasi massal ditambah meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM) mendorong masyarakat turun pada kualitas hidup yang lebih rendah. Hal ini disebabkan beban biaya hidup semakin tinggi sedangkan penghasilan mereka relatif tetap.
Akibat naiknya harga BBM dan suku cadang kendaraan bermotor, di beberapa kota menengah Indonesia berdampak adanya peningkatan biaya transportasi sampai 40% dalam pengeluaran rumah tangga, jumlah uang yang dibelanjakan masyarakat untuk transportasi darat setiap hari mencapai 1,55 trilyun rupiah. Hal ini semakin membuktikan bahwa transportasi menjadi komponen penting dalam ekonomi nasional. (MTI, 2004)
Belakangan ini penggunaan sepeda motor sebagai sarana transportasi semakin diminati masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan. Konsekuensi dari kemudahan dalam menggunakan sepeda motor menyebabkan jumlah sepeda motor tumbuh sangat cepat, yang menurut data dari Badan Pusat Statistik jumlah sepeda motor tahun 2010 berjumlah 61.078.188 unit, bandingkan dengan jumlah kendaraan lainnya seperti mobil penumpang (8.891.041) unit, bis (4.687.789) unit, dan truk (2.250.109) unit.
Hal ini terlihat dari gejala menumpuknya kendaraan bermotor terutama sepeda motor yang memenuhi jalanan sehingga menimbulkan kemacetan, kerawanan, kecelakaan hingga besarnya penggunaan bahan bakar minyak (BBM). Oleh karena itu pertumbuhan dan penggunaan sepeda motor harus dikendalikan baik secara teknis maupun regulasinya. Berdasarkan latar belakang ini maka permasalahan yang dibahas adalah sebagai berikut :
1. Apa saja masalah-masalah yang ditimbulkan oleh sepeda motor sebagai salah satu sarana transportasi?
2. Apa sajakah yang telah dilakukan pemerintah dalam menangani persoalan yang transportasi khususnya yang ditimbulkan oleh sepeda motor?
3. Bagaimana gagasan pengaturan pengendalian sepeda motor dalam sistem transportasi nasional yang diharapkan di masa mendatang?
Pertumbuhan jumlah sepeda motor yang tiap tahunnya bertambah justru di samping memberikan pengaruh positif, pada kota-kota besar yang padat penduduknya memberi dampak buruk dalam lalu lintas. Dampak tersebut berupa kesemrawutan, kecelakaan, kemacetan dan lain-lain, yang justru kontra produktif dengan tujuan transportasi itu sendiri.

Pembahasan
Pemerintah selama ini belum secara tegas mengatur jumlah sepeda motor yang beredar di masyarakat. Kebijakan yang pernah ada adalah Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/10/DNP/2012 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank Yang Melakukan Pemberian Kredit, dan Peraturan Menteri Keuangan nomor 43/PMK.010/2012 tentang Uang Muka Pembiayaan Konsumen untuk Kendaraan Bermotor pada Perusahaan Pembiayaan yang memberi batasan konsumen yang akan mengambil kredit kendaraan bermotor termasuk sepeda motor wajib memiliki modal (uang muka) setidaknya 30 % (tiga puluh persen) dari harga kendaraan.
Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tidak mengatur secara khusus tentang sepeda motor. Meskipun demikian semangat dalam Undang undang lalu Lintas dan angkutan dalam mengatur kendaraan bermotor dapat dilihat dari tujuan yang hendak dicapai, seperti yang tercantum dalam pasal 3 bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bertujuan:
a. terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteran umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;
b. terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa, dan
c. terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat. Guna mewujudkan tujuan tersebut pemerintah bertanggung jawab melaksanakan pembinaan antara lain yang disebutkan dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2), yang meliputi: a. perencanaan; b. pengaturan; c. pengendalian; dan
d. pengawasan.
Sepeda motor menurut Pasal 1 butir 20 merupakan kendaraan bermotor roda dua dengan atau tanpa rumah-rumah dan dengan atau tanpa kereta samping atau kendaraan bermotor beroda tiga tanpa rumah-rumah. Keberadaan sepeda motor diakui oleh undang-undang, hal tersebut dinyatakan dalam Pasal 47 ayat (2) yang mengelompokkan kendaraan bermotor dalam 5 (lima) jenis, yaitu: sepeda motor, mobil penumpang, mobil bus, mobil barang, dan kendaraan khusus. Setiap pengguna jalan, terutama pengguna kendaraan bermotor wajib berperilaku tertib serta mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan maupun yang dapat menimbulkan kerusakan jalan (Pasal 105 huruf a dan b). Guna mencapai ketertiban dan keselamatan dalam berlalu lintas menurut Pasal 106 Undang Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa: “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.
1. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki dan pesepeda.
2. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik jalan.
3. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan:
a. rambu perintah atau rambu larangan;
b. Marka Jalan;
c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;
d. gerakan Lalu Lintas;
e. berhenti dan Parkir;
f. peringatan dengan bunyi dan sinar;
g. kecepatan maksimal atau minimal; dan/atau
h. tata cara penggandengan dan penempelan dengan Kendaraan lain.
4. Pada saat diadakan pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor wajib menunjukkan:
a. Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor;
b. Surat Izin Mengemudi;
c. bukti lulus uji berkala; dan/atau
d. tanda bukti lain yang sah.
5. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan dan penumpang yang duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan.
6. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumahrumah di Jalan dan penumpang yang duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan dan mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia.
7. Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor dan Penumpang Sepeda Motor wajib mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia.
8. Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor tanpa kereta samping dilarang membawa Penumpang lebih dari 1 (satu) orang.

Sepeda Motor dan Dasar Hukumnya
Secara Yuridis Undang Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 1 butir ke 20 memberi pengertian bahwa “sepeda motor adalah Kendaraan Bermotor beroda dua dengan atau tanpa rumah-rumah dan dengan atau kereta samping atau Kendaraan Bermotor beroda tiga tanpa rumah-rumah.”

Dasar Hukum
Payung hukum pengaturan sepeda motor dalam berlalu lintas dan sebagai alat angkut tunduk pada Undang Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pengaturan sepeda motor dalam undangundang tersebut dapat dikelompokan dalam beberapa bidang hukum antara lain bidang hukum administrasi, hukum perdata, dan hukum pidana. Pengaturan di bidang hukum administrasi mengatur tentang bentuk sepeda motor dan segala bentuk surat-surat administrasi yang mengikuti keberadaan sepeda motor tersebut. Pengaturan di bidang hukum perdata mengatur tentang kepemilikan sepeda motor dan kerugian perdata akibat penggunaan sepeda motor tersebut. Pengaturan di bidang hukum pidana mengatur tentang ancaman terhadap penggunaan sepeda motor yang bertentangan dengan hukum pidana. Ketiga pengaturan hukum ini meskipun kelihatannya terpisah tetapi satu sama lain berfungsi secara integratif dalam membentuk peraturan dalam penggunaan sepeda motor.
Beberapa peraturan pemerintah tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2012 tentang Kendaraan, Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2011tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak serta Manajemen Kebutuhan Lalu lintas, Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2009 tentang Jalan Tol, Peraturan Pemerintah 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun tentang Angkutan Jalan. Kedua peraturan pemerintah yang disebut terakhir adalah masih peraturan pelaksana dari undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan yang lama (UU nomor 14 tahun 1992).

Permasalahan yang Disebabkan Keberadaan Sepeda Motor
Berdasarkan pengamatan peneliti dan simpulan sederhana yang dapat dirumuskan bahwa permasalahan yang timbul akibat penggunaan sepeda motor yang melebihi batas tanpa diimbangi dengan pertumbuhan prasarana transportasi seperti jalan, rambu lalu lintas, petugas yang memadai maka permasalahan yang ada karena keberadaan sepeda motor adalah terjadi kemacetan, kecelakaan, sumbangan emisi, boros BBM, tindak kriminal dan lain-lain.


Kemacetan
Fenomena yang bisa diamati di jalanan bahwa kemacetan lalu lintas sebagian besar disebabkan oleh pengendara sepeda motor yang tidak tertib saat berlalu lintas. Ketidaktertiban ini dapat saja disebabkan karena kurangnya kesadaran pengendara sepeda motor, terbatasnya rambu-rambu jalan, sempitnya jalan, kurangnya petugas di jalanan, bahkan yang paling signifikan adalah jumlah sepeda motor di jalanan. Jumlah sepeda motor yang begitu banyak bisa dengan tanpa disajikan data statistikpun masyarakat bisa dengan mudah menebak bahwa jumlah sepeda motor lebih besar dibanding jenis kendaraan lain yang setiap hari memenuhi jalan.
Persoalan mudahnya memperoleh sepeda motor tidak terlepas dari mudahnya memproduksi dan mengimpor sepeda motor dari negara asal. Kebijakan yang dianggap sebagai pemicu “berkembangbiaknya” sepeda motor di Indonesia adalah Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 39/MDAG/PER/10/2010 tentang Ketentuan Impor Barang Jadi oleh Produsen. Peraturan menteri Perdagangan ini telah membuka jalan masuknya sepeda motor ke tanah air. Dampak dari pemberlakuan aturan ini bisa terbaca dalam angka penjualan sepeda motor sejak dikeluarkannya aturan tersebut.


Kecelakaan
Meningkatnya jumlah sepeda motor yang digunakan masyarakat selain menimbulkan permasalahan macet juga memicu timbulnya kecelakaan. Hipotesis yang dapat diambil dengan semakin banyaknya sepeda motor maka semakin banyak pula angka kecelakaan yang melibatkan sepeda motor. Data kecelakaan Departemen Perhubungan menunjukan dari 17.732 kecelakaan di seluruh Indonesia tahun 2004, 14.223 diantaranya melibatkan sepeda motor.
Sementara data 2003 juga menunjukan bahwa dari 13.399 kecelakaan, 9.386 melibatkan sepeda motor. Sementara berdasarkan data kecelakaan yang diperoleh dari kepolisian Polda Metro Jaya selama tahun 2002-2007 mengenai kecelakaan di Jakarta dan sekitarnya ternyata kecelakaan mengalami kenaikan pesat, dan 68 % diantaranya melibatkan sepeda motor. Jadi sejauh ini sepeda motor merupakan penyumbang kecelakaan terbesar di jalan raya. Data Polda Metro Jaya menunjukkan bahwa tingkat kecelakaan yang terjadi pada sepeda motor paling tinggi di antara kendaraan jenis lain. Selama Januari hingga Oktober 2011, kecelakaan lalu lintas yang melibatkan sepeda motor sebanyak 62%. Padahal kecelakaan yang dialami mobil pribadi hanya sebesar 18%.
Disusul oleh kendaraan angkutan barang sekitar 11% dan angkutan umum sebanyak 8%. Dengan proporsi tersebut, maka jika hitungan rata-rata 22 kasus kecelakaan dan 3 orang tewas per hari, kita tentu bisa menyimpulkan bahwa sepeda motor adalah kendaraan yang paling membahayakan dan paling banyak merenggut nyawa.

Sumbangan Emisi Sepeda Motor
Data Badan Pusat Statistik membuktikan dalam 7 tahun terakhir sepeda motor menjadi penyumbang emisi terbesar dari transportasi Indonesia. Kecenderungan tersebut meningkat dari tahun ke tahun. Sudaryono menyatakan emisi sepeda motor juga menjadi biang keladi utama yang menjadikan kualitas udara di Pulau Jawa sebagai yang terburuk di Indonesia. Namun permasalahan emisi ini bukan berarti tanpa upaya penangana sama sekali.
Contoh riil penanganan masalah emisi dapat dilihat pada Provinsi DKI Jakarta. Sebagai Provinsi pusat pemerintahan negara, DKI Jakarta ternyata menyimpan segudang permasalahan, diantaranya kualitas udara yang semakin buruk. Upaya perbaikan kualitas udara ini salah satunya, yaitu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan setiap kendaraan FV untuk lulus uji emisi. Dan hal ini berlaku juga bagi sepeda motor. Uji emisi tersebut mengacu kepada Peraturan Daerah (Perda) No 2/2005 mengenai Pengendalian Pencemaran Lingkungan.


Boros BBM
Berkaitan dengan alasan irit ini ternyata secara garis besar adalah tidak tepat. Jumlah sepeda motor yang demikian besar bila dikumulasikan ternyata menggunakan BBM yang cukup besar. Jumlah sepeda motor pada akhir tahun 2011 berkisar 80 juta unit. Jumlah tersebut kalau dikalikan dengan subsisdi BBM yang diberikan pemerintah misalnya Rp. 2000 setiap liternya maka subsidi yang diserap adalah 160 milyar per hari atau setara dengan 54 trilyun lebih dalam setahun.

 Tindak Kriminal
Sampai saat ini memang belum ada data yang pasti berupa jumlah kejahatan yang menggunakan sepeda motor sebagai alatnya. Begitu pula jumlah kerugian yang diderita korban akibat kejahatan tersebut. Namun gejala tersebut pasti dijumpai oleh masyarakat baik dengan menyaksikan secara langsung ataupun lewat informasi pemeberitaan media massa. Media televisi, koran, bahkan media online justru jarang absen menulis berita tersebut. Sementara itu kejahatan terhadap sepeda motor yang sering terjadi adalah pencurian sepeda motor, perampasan, penipuan dan sebagainya. Kedua kondisi di atas dapat dilatarbelakangi oleh banyaknya jumlah sepeda motor di samping faktor-faktor sosial ekonomi lainnya. Beberapa permasalahan yang disebabkan oleh keberadaan sepeda motor merupakan kenyataan yang terjadi dalam masyarakat yang tentunya tidak berdiri sendiri.
Dalam hukum kausalitas dikemukakan bahwa setiap ada akibat mesti ada penyebabnya, begitu pula persoalan sosial yang terjadi pada masyarakat akibat keberadaan sepeda motor ada pula yang melatarbelakanginya.

Langkah Langkah Yang Diambil Pemerintah Dalam Menangani Persoalan Transportasi Yang Timbul Akibat Penggunaan Sepeda Motor

Melihat perkembangan dan permasalahan yang sedemikan rupa
pemerintah telah mengambil beberapa langkah/kebijakan pengaturan tentang pengendalian sepeda motor.
1. Undang Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
2. Peraturan Pemerintah Pemerintah Nomor 32 tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, Serta Mnajemen Kebutuhan Lalu Lintas;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2009 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol;
4. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum;
5. Peraturan Bank Inonesia Nomor: 11/25/PBI/2009 tentang Atas Perubahan Nomor: 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum;
6. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012 Perihal: Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor;
7. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 43/PMK.010/2012 tentang Uang Muka Pembiayaan Konsumen Kendaraan Bermotor Pada Perusahaan Pembiayaan;
8. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 220/PMK.010/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.010/2012 tentang Uang Muka Pembiayaan Konsumen Kendaraan Bermotor Pada Perusahaan Pembiayaan.

Langkah Langkah Yang Diambil Pemerintah Guna Mengatur Pengendalian sepeda Motor

Undang Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan merupakan payung hukum dalam dunia transportasi darat di Indonesia (tidak termasuk kereta api). Pengaturan yang sedemikian rupa bertujuan mewujudkan:
a. pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan modal angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;
b. etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
c. penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat. Undang-Undang ini berlaku untuk membina dan menyelenggarakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancar melalui:
a. kegiatan gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang di Jalan;
b. kegiatan yang menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
c. kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, pendidikan berlalu lintas, Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta penegakan hukum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Berdasarkan pengaturan yang dikemukakan oleh Undang Undang sebenarnya semua kendaraan termasuk sepeda motor sudah diatur sedemikian rupa dan dikendalikan yang melibatkan semua pihak terkait. Hanya saja dalam pengaturan yang menyangkut sepeda motor tersebut sifatnya masih sangat umum sehingga belum menyentuh pada upaya pengendalian yang konkret. 

Peraturan Pemerintah Pemerintah Pemerintah Nomor 32 tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, Serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas

Manajemen dan rekayasa lalu lintas adalah serangkaian usaha dan kegiatan yang meliputi perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan, dan pemeliharaan fasilitas perlengkapan jalan dalam rangka mewujudkan, mendukung dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas. Setidaknya ada 4 (empat) unsur yang terdapat dalam manajemen dan rekayasa lalu lintas yaitu: keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas. Keselamatan merupakan salah satu unsur yang penting dalam berlalu lintas. Keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan dapat digambarkan sebagai suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan, dan/atau lingkungan. Keselamatan dapat tercapai bila masyarakat yang menggunakan lalu lintas tertib.
Berdasarkan hal tersebut maka harus ada keteraturan dimana masingmasing pengendara kendaraan menggunakan hak dan kewajibannya dengan baik dan benar. Ketertiban lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu keadaan berlalu lintas yang berlangsung secara teratur sesuai dengan hak dan kewajiban setiap pengguna jalan. Suasana yang tertib dapat menimbulkan kelancaran dalam berlalu lintas.
Pasal 2 dari peraturan pemerintah ini menegaskan bahwa:
Kegiatan manajemen dan rekayasa lalu lintas merupakan tanggung jawab:
a. menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan untuk jalan nasional;
b. menteri yang bertanggung jawab di bidang jalan untuk
c. jalan nasional;
d. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk jalan nasional, provinsi, kabupaten/kota dan desa;
e. gubernur untuk jalan provinsi;
f. bupati untuk jalan kabupaten dan jalan desa; dan
g. walikota untuk jalan kota. Manajemen dan rekayasa lalu lintas sebagaimana dimaksud sebagaimana tersebut meliputi kegiatan:
a. perencanaan;
b. pengaturan;
c. perekayasaan;
d. pemberdayaan; dan
e. pengawasan

Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2009 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2009 yang menyempurnakan Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol terdapat ketentuan yang membolehkan pengendara sepeda motor masuk jalan tol. Lebih jauh ketentuan yang membolehkan pengendara sepeda motor masuk jalan tol dikemukakan oleh Pasal 38 yang berbunyi:
• Jalan tol diperuntukkan bagi pengguna yang menggunakan kendaraan bermotor roda empat atau lebih.
• Pada jalan tol dapat dilengkapi dengan jalur jalan tol khusus bagi kendaraan bermotor roda dua yang secara fisik terpisah dari jalur jalan tol yang diperuntukkan bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih.
• Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan berdasarkan jenis angkutan dan tonasenya.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) ditetapkan oleh Menteri.

Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/25/PBI/2009 tentang Atas Perubahan Nomor: 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum

Dalam konsideran Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 huruf a dan huruf b dirumuskan bahwa dengan semakin kompleksnya produk dan aktivitas Bank maka risiko yang dihadapi Bank akan semakin meningkat oleh karena itu peningkatan risiko yang dihadapi Bank perlu diimbangi dengan kualitas penerapan manajemen risiko yang memadai. Manajemen risiko juga dipakai sebagai dasar bagi bank dalam memberikan kredit pembelian kendaraan bermotor termasuk sepeda motor. Dalam hal ini Peraturan Bank Indonesia sudah mulai mengendalikan bank dalam memberikan kreditnya.

Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012 Perihal: Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor

Surat Edaran BI ini dikeluarkan dengan dilatarbelakangi karena semakin meningkatnya permintaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) sehingga BI menganggap bank perlu meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran KPR dan KKB. Pertumbuhan KPR dan KKB yang terlalu tinggi berpotensi menimbulkan berbagai Risiko bagi bank. Sementara dari sudut pandang makroprudensial, pertumbuhan KPR yang terlalu tinggi juga dapat mendorong peningkatan harga aset properti yang tidak mencerminkan harga sebenarnya (bubble) sehingga dapat meningkatkan Risiko Kredit bagi bank-bank dengan eksposur kredit properti yang besar. supaya tetap dapat menjaga perekonomian yang produktif dan mampu menghadapi tantangan sektor keuangan dimasa yang akan datang, perlu adanya kebijakan yang dapat memperkuat ketahanan sektor keuangan untuk meminimalisir sumber-sumber kerawanan yang dapat timbul, termasuk pertumbuhan KPR dan KKB yang berlebihan.
Beberapa hal yang menjadi pokok pengaturan dalam Surat Edaran BI ini antara lain:
1. Pengaturan Loan to Value (LTV) pada KPR: LTV paling tinggi 70% untuk kredit kepemilikan rumah dengan kriteria tipe bangunan di atas 70 m2. Pengaturan mengenai LTV dikecualikan terhadap KPR dalam rangka pelaksanaan program perumahan pemerintah.
2. Pengaturan uang muka kredit atau Down Payment (DP) pada Kredit Kendaraan Bermotor: Ketentuan Keterangan DP paling kurang 25% untuk pembelian kendaraan bermotor roda dua. DP paling kurang 30% untuk pembelian kendaraan bermotor roda empat untuk keperluan non produktif. DP paling kurang 20% untuk pembelian kendaraan bermotor roda empat atau lebih untuk keperluan produktif, yaitu bila memenuhi salah satu syarat : Merupakan kendaraan angkutan orang atau barang yang memiliki izin yang dikeluarkan oleh pihak berwenang untuk melakukan kegiatan usaha tertentu,
3. Rasio LTV untuk KPR dan besaran DP untuk KKB sebagaimana terdapat dalam angka 1 dan angka 2 di atas dapat disesuaikan dari waktu ke waktu sesuai dengan kondisi perekonomian Indonesia.
4. Besaran LTV untuk KPR dan DP untuk KKB sesuai Surat Edaran ini mulai diberlakukan 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Surat Edaran (sejalan dengan pengaturan oleh Bapepam LK).
5. Besaran LTV untuk KPR dan DP untuk KKB tidak berlaku untuk kredit yang sudah mendapat persetujuan Bank sebelum berlakunya sesuai Surat Edaran ini.
6. Sanksi pelanggaran atas :
a. Pemberian KPR dan KKB dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 PBI Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan PBI Nomor 11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009, antara lain berupa:
1) Teguran tertulis;
2) Penurunan tingkat kesehatan bank;
3) Pembekuan kegiatan usaha tertentu; dan/atau
4) Pencantuman anggota pengurus, pegawai Bank, dan/atau pemegang saham dalam daftar pihak-pihak yang mendapat predikat tidak lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan atau dalam catatan administrasi Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
b. Pelanggaran atas kewajiban penyampaian penyesuaian kebijakan dan prosedur dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 PBI Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagimana telah diubah dengan PBI Nomor 11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009.
Ketentuan yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia tersebut bertujuan mengatur dan mengendalikan bank-bank umum lebih hati-hati dalam memberikan kredit kepemilikan rumah dan kredit kendaraan bermotor.

Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 220/PMK.010/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Meneteri Keuangan RI Nomor 43/PMK.010/2012 tentang Uang Muka Pembiayaan Konsumen Kendaraan Bermotor Pada Perusahaan Pembiayaan

Peraturan Menteri Keuangan ini bertujuan meningkatkan peran perusahaan pembiayaan dalam pembangunan nasional sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan pembiayaan. Mengingat semakin tinggi permintaan pembiyaan konsumen kendaraan bermotor oleh masyarakat dan untuk mengurangi risiko pembiayaan serta meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran pembiayaan konsumen diperlukan pengaturan terhadap uang muka pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor yang dibiayai oleh perusahaan pembiayaan konsumen.
Dalam Pasal 1 Peraturan Menteri keuangan RI Nomor 43/PMK.010/2012 tentang Uang Muka Pembiayaan Konsumen Kendaraan Bermotor Pada Perusahaan Pembiayaan, bahwa:
1) Perusahaan Pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor wajib menerapkan ketentuan uang muka (down payment) kepada konsumen sebagai
berikut:
a. Bagi kendaraan bermotor roda dua, paling rendah 20% (dua puluh per seratus) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan;
b. Bagi kendaraan bermotor roda empat yang digunakan untuk tujuan produktif, paling rendah 20% (dua puluh per seratus) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau
c. Bagi kendaraan bermotor roda empat yang digunakan untuk tujuan nonproduktif, paling rendah 25% (dua puluh per seratus) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan.
2) Kendaraan bermotor roda empat yang digunakan untuk tujuan produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memenuhi kriteria paling sedikit sebagai berikut:
a. Merupakan kendaraan angkutan atau barang yang memiliki izin yang diterbitkan oleh pihak berwenang untuk melakukan kegiatan tertentu; atau
b. Diajukan oleh perorangan atau badan hukum yang memiliki izin usaha tertentu dari pihak berwenang dan digunakan untuk kegiatan usaha yang relevan dengan izin usaha yang dimiliki.
3) Dalam hal kendaraan bermotor roda empat tidak memenuhi salah satu kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kendaraan yang bersangkutan digolongkan sebagai kendaraan bermotor roda empat yang digunakan untuk tujuan nonproduktif.
Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan tersebut memberi ancaman administratif terhadap perusahaan pembiayaan yang tidak mematuhi ketentuan ini yaitu: surat peringatan, pembekuan izin usaha, dan/atau pencabutan izin usaha. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 220/PMK.010/2012 yang mengubah Peraturan Menteri Keuangan nomor 42/PMK.010/2012 yang kelanjutannya mengatur tentang perusahaan pembiayaan yang kegiatan usahanya didasarkan pada prinsip syariah. Hanya saja pada ketentuan ini tidak mengatur tentang sepeda motor.

Gagasan Pengaturan Pengendalian Sepeda Motor Dalam Sistem Transportasi Di Masa Depan

Pertumbuhan jumlah sepeda motor yang sedemikian rupa ternyata di samping memberi pengaruh positif seperti memudahkan dalam bertransportasi karena keluwesannya juga memberi dampak negatif. Dampak negatif yang ditimbulkan antara lain kemacetan di jalan raya (semrawut), tingginya angka kecelakaan yang melibatkan sepeda motor, besarnya sumbangan emisi sepeda motor, boros dalam penggunaan BBM, rawannya tindak kriminal dan lain sebagainya.

Rekayasa Fisik Sepeda Motor

Mempertimbangkan situasi dan kondisi tersebut harus ada terobosan secara fisik untuk merekayasa kemampuan sepeda motor. Rekayasa ekstrim tersebut adalah mengurangi atau membatasi kemampuan mesin sepeda motor yang kecepatan batas maksimal tertentu, misalnya hanya memiliki kecepatan maksimal sampai dengan 50 (lima puluh) kilo meter (km) per jam. Bandingkan dengan sepeda motor sekarang memiliki kecepatan maksimal sampai 120 bahkan ada yang sampai 160 km/jam. Rekayasa pembatasan kemampuan mesin sepeda motor dapat dilakukan setidaknya dengan 2 (dua) cara mengurangi besaran centimeter cubic (CC) mesin sepeda motor sehingga memiliki kecepatan maksimal 50 km/jam atau dengan mengubah standar mesin yang selama ini menggunakan mesin diganti dengan standar elektrik yang dayanya dari listrik/baterai.

Pembatasan Jumlah Sepeda Motor

Pertumbuhan jumlah sepeda motor yang ada sekarang ini menunjukan kondisi yang mengkhawatirkan tawaran dan permintaan yang terus meningkat memberi dampak buruk pada situasi sosial pada umumnya dan transportasi pada khususnya. Jumlah penduduk Indonesia yang besar dan terus meningkat berimplikasi positif pada permintaan sepeda motor, sehingga produsen/pemasok sepeda motor memperoleh kesempatan luas menawarkan sepeda motor terbaru. Pembatasan jumlah sepeda motor bagi pembeli (masyarakat) dapat pula dilakukan dengan pembatasan pemilikannya, misalnya dalam satu keluarga hanya dibolehkan memiliki 1 (satu) sepeda motor saja. Di samping pembatasan jumlah sepeda motor dapat pula dilakukan pembatasan usia sepeda motor, misalnya sepeda motor hanya boleh sampai 5 (lima) tahun saja. Hal ini bisa mengurangi sumbangan emisi sepeda motor terhadap lingkungan.

Prasarana

Yang dimaksud dengan prasarana di sini adalah jalan, pabrik sepeda motor, dan bengkel sepeda motor. Jalanan sebagai prasarana dalam berlalu lintas di Indonesia sampai saat ini masih sangat minim menyediakan jalanan khusus bagi pengendara sepeda motor.
Oleh karena itu jalanan khusus perlu disiapkan bagi pengendara sepeda motor sehingga dapat tercipta ketertiban dan keadilan untuk semua pengguna jalan. Walaupun untuk mewujudkan hal ini memerlukan biaya dan waktu yang tidak sedikit. Upaya pemerintah dengan membuat jalan khusus untuk pengendara sepeda motor di jalan tol adalah langkah positif, namun untuk jangka panjang dalam rangka melakukan pembatasan jumlah sepeda motor dan pembatasan kecepatan sepeda motor menjadi tidak tepat.

Regulasi Pada Sepeda Motor

Sepeda motor keberadaannya harus diatur dan dikendalikan sehingga bisa digunakan secara beriringan dengan kendaraan lainnya. Regulasi yang dimaksudkan adalah menetapkan bahwa sepeda motor harus dibatasi jumlahnya sehingga bisa terkendali penggunannya. Pemerintah harus membuat peraturan yang menyeluruh baik untuk pabrikan/pemasok sepeda motor, bengkelnya, cara memperoleh sepeda motor, maupun penggunaannya di jalan raya.

Sosialisasi/Pendidikan yang Berkelanjutan

Suatu peraturan dan program yang baik harus disosialisasikan ke seluruh masyarakat sehingga menjadi kegiatan pendidikan yang berkelanjutan. Kegiatan sosialisasi dan pendidikan tersebut di samping merupakan upaya pemerintah juga harus melibatkan unsur masyarakat seperti sekolah, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang peduli pada permasalahan transportasi, organisasi masyarakat dan perorangan yang memiliki respon positif pada permasalahan sepeda motor dan transportasi.

Kesimpulan

Masalah-masalah yang ditimbulkan oleh penggunaan sepeda motor yaitu timbulnya kemacetan lalu lintas, kecelakaan yang melibatkan sepeda motor, boros penggunaan bahan bakar minyak (BBM), penyumbang emisi (polusi), dan tindak kejahatan. Dalam menangani persoalan yang ditimbulkan oleh penggunaan sepeda motor pemerintah telah melakukan langkah-langkah strategis yaitu menerbitkan peraturan perundang-undangan, antara lain:
1) Undang Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
2) Peraturan Pemerintah Pemerintah Nomor 32 tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, Serta Mnajemen Kebutuhan Lalu Lintas;
3) Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2009 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol;
4) Peraturan Bank Indonesia Nomor: 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum;
5) Peraturan Bank Inonesia Nomor: 11/25/PBI/2009 tentang Atas Perubahan Nomor: 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum;
6) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012 Perihal: Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor;
7) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 43/PMK.010/2012 tentang Uang Muka Pembiayaan Konsumen Kendaraan Bermotor Pada Perusahaan Pembiayaan; dan
8) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 220/PMK.010/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.010/2012 tentang Uang Muka Pembiayaan Konsumen Kendaraan Bermotor Pada Perusahaan Pembiayaan.
Oleh karena itu penulis menggagas supaya pertumbuhan dan penggunaan sepeda motor supaya diatur pengendaliannya yaitu dengan cara:
1) Rekayasa Fisik Sepeda Motor;
2) Pembatasan Jumlah Sepeda Motor;
3) Prasarana;
4) Regulasi Pada Sepeda Motor;
5) Sosialisasi/Pendidikan yang Berkelanjutan; dan
6) Penegakan Hukumnya.


Daftar Pustaka

Surajiman, Diah Ratu Sari Harahap
Fakultas Hukum Universitas Nasional, Jakarta


Tulisan ini untuk melengkapi Tugas Hukum Transportasi